Julai 2018
SULAWESI UTARA, INDONESIA
Manado & Minahasa
Bahagian 10: Minahasa (7)
BUKIT KASIH & DANAU LINOUW
HARI KEDUA (7)
Part 28: Bukit Kasih
Perjalanan diteruskan menuju ke Bukit Kasih. Dalam perjalanan Pak Tommy membawa kami singgah di sebuah kampung yang bernama Desa Kanonang kerana nak menunjukkan sebuah perusahaan seramik di sini.
|
Perjalanan ke Bukit Kasih |
|
Keluarga Bule (Orang Putih) sedang bersiar-siar |
|
Desa Kanonang |
|
Bunga-bunga di Desa Kanonang |
Malangnya, hanya kedai seramik saja yang dibuka. Perusahaan seramik tidak beroperasi hari itu kerana pemilik perusahaan ini dan keluarganya sibuk membuat persiapan sambutan Hari Kesyukuran Minahasa.
|
Perusahaan seramik di Desa Kanonang |
|
Pintu masuk ke kedai seramik |
|
Pancutan air seramik untuk jualan |
|
Pasu-pasu hiasan |
|
Lagi pasu-pasu seramik untuk jualan |
|
Pemilik perusahaan seramik sedang sibuk menyediakan makanan untuk dimasak bagi sambutan Hari Kesyukuran Minahasa esok. |
Maka kami meneruskan saja perjalanan menuju ke Bukit Kasih.
|
Perjalanan ke Bukit Kasih |
|
Sapi |
|
Sawah padi |
|
Bukit Kasih terletak di pergunungan di depan sana |
|
Menghampiri sebuah desa di kawasan Kanonang |
|
Kereta kuda |
|
Bendera-bendera Indonesia |
|
Patriotik |
|
Hampir tiba di Bukit Kasih |
Masyarakat Minahasa mempraktikkan sebuah slogan dalam
kehidupan seharian mereka yang berbunyi “Torang Samua Ba’saudara”,
yang ertinya “Kita semua bersaudara”. Slogan ini juga dicerminkan pada
sebuah tempat wisata di kaki Gunung Soputan yang bernama Bukit Kasih.
|
Pintu masuk ke Bukit Kasih |
Mengikut keterangan yang diberi, bukit ini dinamakan Bukit Kasih kerana di
bukit ini orang ramai dari berbagai agama dapat berkumpul dan berdamai.
Ia juga mengingatkan kita kepada kerukunan antara umat yang beragama.
Sebaik tiba di Bukit Kasih, kami disambut oleh seorang local guide di sini yang bernama Fernando. Dialah yang memberi penerangan kepada kami semua benda yang kami lihat di sini.
|
Tugu Toleransi |
|
Sebuah lagi pemandangan Tugu Toleransi |
Di depan pintu masuk ke kompleks wisata ini, kita bertemu dengan sebuah monumen setinggi 22 meter yang dinamakan Tugu Toleransi.
Tugu Toleransi berbentuk segi lima dan pada setiap sisinya terdapat ukiran gambar dan simbol serta kutipan ayat
Kitab Suci dari berbagai agama. Tugu Toleransi merupakan monumen yang mengingatkan kita
kehidupan yang saling bertoleransi di antara umat 5 agama utama di Indonesia.
Bukit Kasih terletak di atas
sumber wap panas bumi dari Gunung Soputan. Tak hairanlah jika di lokasi ini kita dapat mencium bau belerang dan melihat asap putih yang terbit dari celah-celah dinding batu. Di sini juga terdapat
kolam air panas semulajadi dengan suhu yang cukup tinggi dan kita boleh merebus telur ayam dan jagung di dalamnya dalam waktu yang singkat.
|
Wap panas yang keluar dari bumi di Bukit Kasih |
|
Laluan ke Tempat Pemerhatian kawasan belerang di bahagian bawah Bukit Kasih. |
|
Bau belerang dah mula menusuk ke hidung di sini. |
|
Paip-paip getah ini menyalurkan air panas ke tempat rendam kaki dan urut reflexology di sini. |
|
Mengikut Fernando ke Tempat Pemerhatian. |
|
Amaran supaya pengunjung tidak masuk ke kawasan belerang. |
|
Kawasan pemerhatian wap panas belerang di Bukit Kasih. |
|
Air panas dari kaki Bukit Kasih disalurkan ke sini di mana kita boleh mendapatkan urutan refexology sambil merendam kaki dalam air panas. |
|
Mata air panas di Bukit Kasih. |
|
Kita boleh merebus telur ayam dan memasak jagung rebus dengan menggunakan kepanasan mata air panas ini. |
|
Menggelegak kepanasan |
|
Pemandangan yang sedikit menakutkan |
|
Cara memasak telur dan jagung dalam kolam air panas di Bukit Kasih (Sumber: Internet) |
|
Bergambar di Tugu Toleransi sebelum meninggalkan Bukit Kasih |
|
Husband dan Local Guide kami di Bukit Kasih, Fernando |
Sesuatu yang kami dapati berbeza di Manado berbanding destinasi-destinasi wisata lain di Indonesia ialah di sini, tak ada penjaja-penjaja yang datang mengerumun untuk menjual barangan mereka. Kalau ada pun, mereka saling menghormati antara satu sama lain dan tak akan mengganggu mana-mana rakan mereka yang sedang mendekati pelanggan. Macam di India, mereka juga tak memaksa dan akan berlalu pergi sendiri jika kita tak mahu membeli apa-apa. Jadi taklah rimas kita nak berwisata.
Budaya memberi tip juga macam tak wujud di Manado. Orang Manado rata-ratanya sangat peramah dan mudah membantu. Namun mereka tak pernah meminta dan mengharapkan tip atas perkhidmatan yang diberi. Walaupun mereka tak menolak bila diberi tip, rata-rata mereka akan terkejut bila kita menghulurkan tip kepada mereka.
|
Selamat Jalan, Tuhan Memberkati |
|
Pusara seorang pembesar tempatan di atas sebuah bukit di luar Bukit Kasih |
Part 29: Danau Linouw
Dari Bukit Kasih, kami bergerak menuju ke destinasi wisata kami yang terakhir di Minahasa, Danau Linouw. Ia terletak kira-kira setengah jam perjalanan dari Bukit Kasih. Dari Bukit Kasih, kami melintasi kembali Desa Kanonang yang sangat patriotik dengan hiasan bendera Indonesia.
|
Melintasi lagi Desa Kanonang |
|
Gereja Elim Kanonang |
Kemudian kami melintas pula Desa Kawangkoan. Kata Pak Tommy, Desa Kawangkoan terkenal dengan penghasilan kacang tanah. Kerana itulah ada sebuah Tugu Kacang Tanah dibina di Desa Kawangkoan.
|
Tugu Kacang Tanah di Desa Kawangkoan |
|
Gereja Immanuel di Kawangkoan |
|
Khemah persiapan Hari Kesyukuran Minahasa di Desa Kawangkoan |
Kemudian kami melintasi pula sebuah desa yang bernama Kolongan Atas Dua. Di sini ada dua buah tugu yang menarik: Tugu Ragey dan Tugu Tani.
|
Tugu Ragey di Kolongan Atas Dua. Ragey adalah satay daging babi berukuran jumbo. |
|
Tugu Tani |
Dalam perjalanan ke Danau Linouw, Pak Tommy bercerita kepada kami tentang tuak tradisional Minahasa yang dipanggil 'Cap Tikus' yang sering diminum dalam perayaan Hari Kesyukuran Minahasa. Mula-mula kami menyangka Pak Tommy bergurau memanggil tuak ini dengan nama begitu. Rupa-rupanya tuak tradisional Minahasa ini benar-benar dipanggil Cap Tikus. Tuak Cap Tikus dibuat dari air nira (dipanggil aren di sini). Pokok-pokok nira ini menjadi tempat tikus-tikus hutan mencari makanan. Dari situlah munculnya nama 'Cap Tikus' kepada tuak ini.
|
Pemandangan Danau Linouw dari kejauhan |
Danau Linouw (disebut: Danau Linau) adalah sebuah danau cantik di kawasan Minahasa yang memancarkan keindahan 3 warna. Perkataan "Linouw" diambil dari Bahasa Minahasa yaitu lilinowan yang bererti tempat berkumpulnya air.
|
Pintu masuk ke Danau Linouw |
|
Petugas yang menjual tiket di pintu masuk Danau Linouw |
|
Pokok bunga yang cantik di Danau Linouw |
|
Danau Linouw |
Danau Linouw istimewa kerana air di danau ini berubah-ubah warna
menjadi hijau, biru dan kuning keperangan. Perubahan ini terjadi disebabkan belerang yang tertimbun di dalam danau serta pembiasan dan
pantulan sinar matahari yang menyebabkan warna air di Danau Linouw boleh
berubah.
|
Pintu masuk |
|
Tangga turun ke bawah |
Ada sebuah kafe yang terletak di tepi Danau Linouw. Semua pengunjung diberi kupon sewaktu membeli tiket masuk ke Danau Linouw untuk ditukarkan dengan minuman teh atau kopi percuma di kafe ini.
|
Kafe Danau Linouw |
|
Pemandangan Danau Linouw dari kafe |
|
Air Danau Linouw mengandungi tiga warna: biru, hijau dan kuning keperangan. |
Perubahan warna air Danau Linouw berlaku mengikut tahap keasidan air danau. Oleh kerana air danau ini bersifat asid, kita tak dibenarkan suka-suka mencelupkan tangan atau kaki, apatah lagi kalau nak berenang di
dalamnya.
|
Danau Linouw yang sangat cantik |
|
Memang seronok menikmati pemandangan indah Danau Linouw sambil minum teh dan kopi di kafe ini. |
|
Pemandangan menghala ke sana pulak. |
Bau yang menyerupai telur busuk menusuk hidung bila kita tiba
di Danau Linouw. Aroma ini berasal dari bau belerang yang banyak terdapat
di sekitar danau. Belerang ini dipercayai berasal dari sisa letusan Gunung
Mahawu yang terjadi beratus tahun yang lalu.
|
Asap belerang di tepi Danau Linouw |
|
Kawasan belerang yang terletak betul-betul di belakang kafe |
|
Air Danau Linouw juga penuh dengan belerang |
|
Bergambar kenangan di Danau Linouw |
|
Pemandangan batu belerang dari dekat |
|
Memang seram tengok asap yang keluar dari bumi ini. |
Pengunjung ke Danau Linouw pasti akan menghabiskan masa di kafe yang terletak
di sisi bukit di tepi danau ini. Menikmati kopi dan pisang goreng sungguh
nyaman sambil menikmati pemandangan ke seluruh kawasan. Roti bakar dan makanan-makanan lain pun dijual di sini. Duduk berlama-lama di sini memang tidak membosankan karena keindahan pemandangan danau dan kenyamanan udaranya.
|
Kaunter pesanan makanan di Kafe Danau Linouw. Kupon percuma teh dan kopi yang diberi boleh ditukar di sini. |
|
Pemandangan menghala ke belakang kafe |
g juga dimanja
dengan keberadaan kafe yang terletak di sisi bukit yang mengitari
danau. Menikmati kopi dan pisang goreng sungguh nyaman sembari melihat
pemandangan ke seluruh area danau. Duduk berlama-lama di kafe terasa tak
membosankan karena indahnya pemandangan danau dan sejuknya udara.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Linow, Danau Tiga Warna di Tomohon", https://travel.kompas.com/read/2014/01/22/1334466/Linow.Danau.Tiga.Warna.di.Tomohon.
|
Bahagian depan kafe |
|
Pengunjung ke Danau Linouw |
|
Minum Teh Manis sambil menikmati keindahan danau. |
|
Asap belerang di seberang danau. |
|
Shades of green. |
|
Itik berenang di tepi danau |
|
Pemandangan dekat itik-itik |
|
Burung-burung terbang di tengah tasik untuk menangkap ikan yang melompat-lompat berenang di permukaan tasik. Ajaib juga ada ikan di dalam tasik air belerang ini. |
|
Meninggalkan Danau Linouw |
|
Singgah dulu di tandas awam yang cantik dan bersih di sebelah sana. |
|
Tempat letak kereta di Danau Linouw |
Part 30: Pulang Ke Manado
Lawatan kami ke Tanah Tinggi Minahasa berakhir selepas meninggalkan Danau Linouw. Seharian suntuk di sini, banyak sungguh tempat menarik yang dapat kami kunjungi. Hari juga dah mula gelap ketika itu kerana mentari tenggelam awal di Sulawesi Utara.
|
Pulang ke Manado |
Jalan sedikit sesak dalam perjalanan pulang ke Manado kerana semakin banyak kereta kelihatan menuju ke Minahasa untuk pulang last minute ke kampung halaman bagi meraikan Hari Kesyukuran Minahasa.
Dalam perjalanan, kami melihat banyak kedai yang menjual minyak petrol (dipanggil bensin dalam Bahasa Indonesia) dalam botol di tepi jalan. Ini sebenarnya pemandangan biasa bukan saja di Indonesia, bahkan juga di negara-negara Asia Tenggara lain seperti Thailand, Laos, Cambodia dan Vietnam. Cuma kat Malaysia dan Singapore saja tak ada penjualan minyak begini.
|
Jualan bensin di tepi jalan |
Kalau Malaysia berbangga dengan syarikat minyak negara yang bernama Petronas, Indonesia juga berbangga dengan syarikat minyak mereka yang bernama Pertamina. Stesen-stesen minyak Pertamina banyak terdapat di sana-sini.
|
Stesen Minyak Pertamina |
Tapi kata Pak Tommy, ada juga stesen-stesen minyak kecil persendirian yang dipanggil 'Pertamini' di sini. Mulanya kami ingat Pak Tommy bergurau seperti waktu mendengar dia bercerita tentang Tuak Cap Tikus tadi. Rupa-rupanya 'Pertamini' memang betul-betul wujud di sini...
|
Pertamini |
Setibanya di Manado, Pak Tommy terus membawa kami makan malam di sebuah restoran yang bernama Rumah Makan Afisha.
|
Rumah Makan Afisha |
|
Pemandangan di Rumah Makan Afisha |
|
Restoran ini memang popular di kalangan penghuni Manado |
Kalau selama ini kami dihidangkan dengan masakan ikan air tawar, di restoran ini kami dihidangkan pula dengan masakan ikan laut. Ikan boleh dipilih sendiri dan dimasak on-the-spot untuk hidangan.
|
Pilihan ikan segar dari laut |
|
Harga makanan laut yang dipilih adalah mengikut berat |
|
Sotong (dipanggil Cumi di sini) dan hasil laut lain juga dijual di sini |
|
Aneka Ikan Bakar |
|
Penghargaan kepada Rumah Makan Afisha bagi sajian Santapan Presiden Indonesia sewaktu lawatan beliau ke Manado pada bulan November 2017. |
|
Menunggu hidangan tiba |
|
Santapan makan malam kami. |
Bersambung ke Bahagian 11...
CATATAN PERJALANAN MANADO (2018):